Beranda | Artikel
Hawalah (Pemindahan Hutang)
Senin, 28 Agustus 2023

HAWALAH (PEMINDAHAN HUTANG)

Hawalah : Adalah memindahkan hutang dari tanggungan muhiil (yang memindahkan) kepada tanggungan yang dijamin atasnya.

Hukum hawalah : Boleh.

Hikmah disyari’atkannya Hawalah
Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyari’atkan hawalah sebagai jaminan harta dan menunaikan hajat manusia. Terkadang seseorang membutuhkan melepaskan tanggungannya kepada yang memberi pinjaman, atau menyempurnakan haknya dari yang telah diberinya pinjaman. Dan terkadang ia perlu memindahkan hartanya dari satu kota ke kota yang lain, dan memindahkan harta ini bukan perkara mudah. Bisa jadi karena susah membawanya, atau karena jauhnya jarak, atau karena perjalanan tidak aman, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyari’atkan hawalah untuk merealisasikan segala kebutuhan ini.

Apabila orang yang berhutang memindahkan hutangnya kepada orang yang kaya, ia harus memindahkan hutang. Dan jika ia memindahkannya kepada orang yang bangkrut dan ia tidak tahu, niscaya ia kembali menuntut haknya kepada yang (muhil) memindahkan hutang. Dan jika mengetahui dan ridha dengan pemindahan hutang atasnya, maka ia tidak boleh kembali baginya. Dan menunda-nunda pembayaran orang yang kaya adalah haram, karena mengandung kezaliman.

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله- صلى الله عليه وسلم- قال: «مَطْلُ الغَنِيِّ ظُلْمٌ، فَإذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتَّبِعْ». متفق عليه

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Menunda-nunda pembayaran hutang dari orang yang kaya adalah zalim. Dan apabila seseorang dari kalian diminta memindahkan hutang kepada orang yang kaya, maka hendaklah ia mengikuti.” (Muttafaqun ‘alaih).[1]

Apabila hawalah telah sempurna, hak itu berpindah dari tanggungan muhil (yang memindahkan hutang) kepada tanggungan muhal ‘alaih (yang dipindahkan hutang atasnya) dan bebaslah tanggungan muhil.

Keutamaan memaafkan orang yang susah.
Apabila telah sempurna hawalah, kemudian bangkrut yang dipindahkan atasnya, disunnahkan menundanya atau memaafkannya, dan ialah yang lebih utama.

عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي- صلى الله عليه وسلم- قال: «كَانَ تَاجِرٌ يُدَايِنُ النَّاسَ، فَإذَا رَأَى مُعْسِراً قَالَ لِفِتْيَانِهِ تَجَاوَزُوا عَنْهُ لَعَلَّ الله أَنْ يَتَجَاوَزَ عَنَّا، فَتَجَاوَزَ الله عَنْهُ». متفق عليه

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Ada seorang pedagang yang selalu memberi pinjaman kepada manusia. Maka apabila ia melihat (peminjam) yang susah, ia berkata kepada para karyawannya, lewatilah (maafkanlah) ia, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi maaf kepada kita. Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi maaf kepadanya.” (Muttafaqun ‘alaih).[2]

[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي   (Ringkasan Fiqih Islam Bab :  Bab Mu’amalah  كتاب المعاملات). Penulis Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri.  Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
________
Footnote
[1] HR. Bukhari No. 2287, ini adalah lafazhnya, dan Muslim No. 1564.
[2] HR. Bukhari No. 2078, ini adalah lafahznya, dan Muslim No. 1562.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/86413-hawalah-pemindahan-hutang.html